Pada jaman penjajahan Belanda, kira-kira tahun 1930-an, kakek saya (penulis) pernah pergi ke Jogyakarta. Perjalanan dari kampungnya di Ngawi ke Jogja memakan waktu 2 hari dengan mengendarai andong. Kakek pergi bersama ke-5 saudaranya ke rumah famili yang terletak di daerah Jogja tepatnya ke arah Parangtritis.
Mereka pergi dengan membawa hasil ladang. Hal ini sudah menjadi tradisi, jika saudara mempunyai hajat, maka saudara yang lain akan membantu dengan hasil ladang, seperti: palawija, beras, sayuran dan hasil ternak. Ketika perjalanan sampai di desa Dlanggu (termasuk wilayah Klaten) hari sudah gelap. Di samping jalan tidak ditemui rumah penduduk. Kakek memutuskan untuk bermalam di jalan. Di buatnya api unggun kecil untuk membakar singkong dan untuk mengusir hawa dingin. Mereka tidak tidur, bercengkrama sambil menunggu pagi.
Pada malam hari, sekitar jam 1, mereka didatangi 10 orang yang hendak merampok barang dan merampas andong. Perkelahian sangat seru. Ternyata kepala perampok itu sangat sakti, setiap tebasan golok tidak melukai kulitnya bahkan mengeluarkan percikan api. Kakek segera menghentikan perkelahian dan menantang kepala perampok itu satu lawan satu. "Jika kamu menang, andong dan isinya menjadi milikmu tapi jika kamu kalah, pergi dari sini," kata kakek.
Tanpa mengulur waktu, perkelahian satu lawan satupun segera dimulai. Tubuh kepala perampok itu berubah menjadi hitam rambut berdiri tegak, matanya merah, dan kekuatan tangannya luar biasa. Kepala perampok itu bisa meremas batu dan hancur. Kakek menyadari bahwa perampok mengeluarkan ilmu saktinya. Dengan tenang kakek memungut beberapa kerikil kecil. Mulutnya berkomat-komit membaca doa dan ditiupnya kerikil itu,
Pada malam hari, sekitar jam 1, mereka didatangi 10 orang yang hendak merampok barang dan merampas andong. Perkelahian sangat seru. Ternyata kepala perampok itu sangat sakti, setiap tebasan golok tidak melukai kulitnya bahkan mengeluarkan percikan api. Kakek segera menghentikan perkelahian dan menantang kepala perampok itu satu lawan satu. "Jika kamu menang, andong dan isinya menjadi milikmu tapi jika kamu kalah, pergi dari sini," kata kakek.
Baca juga :
Tanpa mengulur waktu, perkelahian satu lawan satupun segera dimulai. Tubuh kepala perampok itu berubah menjadi hitam rambut berdiri tegak, matanya merah, dan kekuatan tangannya luar biasa. Kepala perampok itu bisa meremas batu dan hancur. Kakek menyadari bahwa perampok mengeluarkan ilmu saktinya. Dengan tenang kakek memungut beberapa kerikil kecil. Mulutnya berkomat-komit membaca doa dan ditiupnya kerikil itu,
Berikut kami uraikan cara mengamalkan Ilmu Pangabaran:
Ketika perampok itu hendak menerjang dan memukul, kakek dengan cepat melempar kerikil itu ke badan perampok. Dan terjadilah keanehan, badan perampok yang kebal itu menggelepar hanya terkena lemparan kerikil kecil dari kakek. Dan perampok itu kemudian pingsan.
Sejak itu, kakek menjadi kawan dari para perampok. Dan setelah diajari beberapa doa, akhirnya para perampok itu sadar. Beberapa di antaranya ada yang menjadi petani, pedagang dan ada satu yang ikut menjadi laskar perang kemerdekaan.
Menurut cerita paman, ilmu yang digunakan kakek dinamakan Ilmu Pengabaran. Ilmu ini digunakan untuk menghancurkan ilmu lawan. Ilmu ini didapat kakek seaktu kakek belajar silat aliran Tambak Boyo yang berlokasi di daerah Yogyakarta. Menurut cerita paman, aliran silat Tambak Boyo sudah tidak ada lagi, atau bahkan terserap dalam ilmu silat perguruan baru.
- 1. Bangun malam dan sholat hajat 2 rakaat selama 40 hari setelah membaca al-Fatehah, membaca al Iklash, Al-Falaq, An-Nas, dan ayat kursi.
- 2. Selesai sholat, membaca surat Al-Alaq 40x
- 3. Membaca mantra 3x tanpa bernafas, lalu nafas dilepaskan sambil ditiupkan ke kedua tangan dengan membaca 'ya hu 3x" dalam hati.
- 4. Jika akan dipakai, ambil barang apa saja, dibacakan mantra dan dilemparkan ke tubuh lawan. Lawan akan kesakitan karena ilmunya akan berbalik dan meninggalkan tubuhnya.
Mantranya :
Jagaad gede jagad cilik mendak tumungkul ono
ngarepaningsun, ojo maneh siro jalmo manungso
asal banyu bali dadi banyu, asal geni bali dadi
geni, asal angin bali dadi angin, asal bumi bali
dadi bumi, asal cahyo bali marang alaming ki
dratiro, ketaman ilmuku pengabaran jati yo ja
tining pangabaran soko kersane Allah.
Ketika perampok itu hendak menerjang dan memukul, kakek dengan cepat melempar kerikil itu ke badan perampok. Dan terjadilah keanehan, badan perampok yang kebal itu menggelepar hanya terkena lemparan kerikil kecil dari kakek. Dan perampok itu kemudian pingsan.
Sejak itu, kakek menjadi kawan dari para perampok. Dan setelah diajari beberapa doa, akhirnya para perampok itu sadar. Beberapa di antaranya ada yang menjadi petani, pedagang dan ada satu yang ikut menjadi laskar perang kemerdekaan.
Menurut cerita paman, ilmu yang digunakan kakek dinamakan Ilmu Pengabaran. Ilmu ini digunakan untuk menghancurkan ilmu lawan. Ilmu ini didapat kakek seaktu kakek belajar silat aliran Tambak Boyo yang berlokasi di daerah Yogyakarta. Menurut cerita paman, aliran silat Tambak Boyo sudah tidak ada lagi, atau bahkan terserap dalam ilmu silat perguruan baru.
Demikian uraian kami, semoga menambah kazanah pengetahuan kita semua. Semoga bermanfaat.
0 Response to "Ilmu Aji Pengabaran Beserta Mantranya"
Posting Komentar
Selamat datang dan Semoga bermanfaat !!!