Buku ini menawarkan peta perjalanan menuju Tuhan melalui beberapa tahap; tahap persiapan, tahap setelah memulai perjalanan, dan tahap akhir. Di setiap tahap diuraikan amalan, akhlak, dan pengetahuan yang menyertainya.
Diuraikan dengan gaya bertutur yang enak dibaca, Jalaluddin Rakhmat mengajak pembaca merenungi etape-etape perjalanan panjang seorang manusia fana menuju Yang Mahaabadi.
Terlepas dari keidentikan sang penulis, Jalaludin Rakhmat dengan Syiah, yang mungkin bagi sebagian orang keburu menarik diri sebelum membaca buku-buku karyanya, saya justru merasa tertarik ingin membacanya sampai selesai. Untuk sebuah buku, bagi saya, kadang tidak peduli siapa yang menulisnya, toh kalau memang dari apa yang dia tulis, dari apa yang menjadi gagasan-gagasan pemikirannya bisa kita ambil manfaatnya untuk sesuatu yang lebih baik lagi, mengapa tidak kita coba untuk membacanya, coba untuk menelaah pemikiran-pemikirannya. Dan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan diri kita, buanglah jauh-jauh. Ini adalah untuk pertama kalinya saya membaca buku karya Jalaludin Rakhmat. Sebagai seseorang dengan kapasitas pemahaman Islam yang sangat terbatas, dengan membaca buku ini, sekali lagi, terlepas dari ke-syiah-annya, saya berharap bisa menemukan sesuatu yang baru yang bisa menambah wawasan saya, bisa bermanfaat bagi diri saya sendiri maupun bagi orang-orang disekitar saya.
Seperti yang tertulis pada bagian pengantar oleh Miftah F. Rakhmat, buku dengan judul The Road to Allah (Bahasa Indonesia ; Jalan Menuju Allah) ini merupakan kumpulan kajian keislaman penulis, Jalaluddin Rakhmat di mesjid Al-Munawwarah, yang kemudian di susun menjadi sebuah buku. Dimana buku ini terdiri atas lima bagian dimana setiap bagiannya sekaligus merupakan tahapan perjalanan ruhani menuju Allah SWT. Kelima bagian tersebut adalah Awal Perjalanan, Setelah memulai Perjalanan, Penghalang perjalanan, Penopang Perjalanan dan Akhir Perjalanan.
Awal Perjalanan
Perjalanan rohani (atau penyucian diri) menuju Allah SWT biasa diistilahkan dengan tasawuf. Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam.
Hanya dengan rasa cinta lah, ibadah dan pengabdian terhadap Allah SWT dilakukan dengan tulus dan hati yang bersih. Karena sesungguhnya kekuasaan Allah SWT yang meliputi segala sesuatu tidak membutuhkan ibadah dan pengabdian makhluknya. Rasa cinta, terlebih pada sesuatu yang abstrak dalam hal ini Allah SWT, tidaklah datang dengan sendirinya. Yang diperlukan adalah belajar mencintai. Mencintai sang Pencipta.
Pelajaran mencintai tahap dasar adalah belajar mencintai makhluk Allah yakni keluarga. Seperti dari sebuah hadis : “Cintailah Allah atas segala anugrah-Nya kepadamu, cintailah aku atas kecintaan Allah kepadaku, dan cintailah keluargaku atas kecintaanku kepada mereka.” Selanjutnya kita harus berusaha untuk belajar juga mencintai hal-hal yang bersifat abstrak.
Setelah Memulai Perjalanan
Selanjutnya, setelah safar rohani atau perjalanan rohani dimulai, tahap berikutnya adalah dengan mulai meninggalkan perbedaan. Contohnya adalah, perbedaan pendapat atau mazhab tak jarang memunculkan perselisihan. Masing-masing diantara kita bahwa pendapatnya lah atau pendapat mazhab nya lah yang benar. Padahal, sesungguhnya perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan harus diterima selama tafsirannya berasal dari rujukan yang sama Alqur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
Pada bagian ini, mengenai keutamaan jihad, penulis berpendapat bahwa jihad yang paling utama adalah berbakti pada orang tua dan memenuhi hak pada keluarga terlebih dulu. Pendapatnya ini didasarkan pada QS Bani Israil (17) : 26). :
“Berikanlah hak pada keluarga yang dekat, lalu orang miskin, orang yang berada dalam perjalanan, dan janganlah kamu berbuat boros seboros-borosnya.”
Dimana pendapatnya ini, mungkin berbeda dengan banyak pendapat dari ulama-ulama.
Penghalang Perjalanan
Perjalanan manusia menuju Allah SWT adalah perjalanan kesucian, sebuah proses pembersihan diri yang dapat dilakukan melalui tiga hal; istighfar, taubat dan melakukan amal soleh.
Adanya kecenderungan diri merasa lebih baik dari orang lain, ujub, riya dan takabur, serta senantiasa melakukan ghibah merupakan hal-hal yang dapat menjadi penghalang proses pembersihan diri. Namun, pernghalang itu dapat dilalui jika kita bisa mengendalikan diri, mengendalikan nafsu, berdoa untuk memperoleh hati yang khusyuk, berzikir, membalas kebencian dengan kasih sayang berkhidmat dan membersihkan hati dari segala bentuk penyakit hati.
Penopang Perjalanan
Rasulullah SAW bersabda :
”Orang yang hebat itu bukanlah orang yang dengan mudah membantingkan kawannya. Orang kuat adalah orang yang mampu menguasai nafsunya ketika marah.”
Mengenai nafsu, dalam bahasa Arab, ada dua yakni ‘syahwat seks’ dan ‘syahwat perut’. Adapun yang dimaksud pada ‘syahwat perut’ ini tidak terbatas hanya pada makan dan minum saja, melainkan termasuk segala cara memuaskan kesenangan-kesenangan fisik dengan materi (uang), atau istilah lainnya perilaku konsumtif, boros, atau senang menghambur-hamburkan uang.
Selanjutnya, seseorang dengan hati yang khusyuk berarti mampu menghadirkan Allah SWT dalam setiap perbuatannya. Sehingga apapun yang kita lakukan didasari karena Allah dan hanya takut kepada Allah. Salah satu cara/ajaran kesucian yang mampu mendekatkan kita kepada Allah SWT adalah membalas kebencian yang diterima dengan kasih sayang. Dan cara lain untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT adalah selalu mengamalkan Zikir. Zikir adalah amalan yang tidak dibatasi waktunya, bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Jumuah (62) : 10,
“Setelah selesai menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah, dan berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya. Supaya kamu beruntung.”
Namun, manusia seringnya lebih mengorbankan kesehatannya, baik itu kesehatan tubuhnya maupun jiwanya demi harta. Maka dari itu, didalam Islam pengkhidmatan dengan harta didahulukan daripada pengkhidmatan dengan jiwa. Contoh pengkhidmatan dengan harta yang juga merupakan salah satu rukun Islam adalah dengan mengeluarkan zakat.
Selain itu, hasad atau kedengkian bisa menghancurkan seluruh amal saleh yang kita lakukan. Hasad dapat diartikan sebagai kebencian terhadap nikmat yang diperoleh orang lain dan keinginan agar nikmat itu lepas dari orang tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
“Hasad memakan habis kebaikan seperti api memakan habis kayu bakar.”
Hasad hanya dapat dihilangkan dengan pengobatan melalui amal. Beramal melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perasaan dengki kita. Maka dari itu, mari berusahalah untuk mengurangi dan menghentikan kejelekan, lalu perbanyaklah kebaikan. Jangan sampai tanaman amal soleh kita rusak karena hama kesalahan kita sendiri. Inilah salah satu fungsi dari menjauhi kejelekan, yaitu meningkatkan kebaikan demi kesehatan jiwa.
Akhir Perjalanan
Sejatinya, penyucian diri adalah suatu perjalanan tanpa henti. Jika berhenti, sangat besar kemungkinan jatuh kembali ke tingkat awal bahkan ke tingkat yang lebih rendah dari sebelumnya.
Salah satu gangguan terbesar dan berbahaya yang bisa menjatuhkan seseorang ke tingkat awal atau bahkan ketingkat yang lebih rendah dari sebelumnya itu adalah ketika seseorang tengah berusaha mendekati Allah SWT, muncul dalam dirinya perasaan puas diri dan merasa kagum akan kesucian diri sendiri yang telah ia capai.
Dengan demikian, senantiasa kita dianjurkan agar selalu memohon kepada Allah SWT untuk diteguhkan setiap langkah kita agar kita selalu diberi jalan terbaik dan akhir yang baik (Khusnul khotimah) pula.
Usai membaca hingga halaman terakhirnya, buku ini mengingatkan saya tentang banyak hal mengenai Allah SWT, Islam dan hubungan dengan sesama tanpa terkesan menggurui. Seperti tentang bagaimana cara membalas kebencian atau iri dengki seseorang dengan kasih sayang. Sebagai seorang makhluk fana, melalui uraian-uraiannya, saya sebagai pembaca diajak penulis untuk merenungi tahapan-tahapan perjalanan menuju yang Mahaabadi.
Melalui buku ini pula, penulis dengan “santai” mencoba menyentuh hati pembacanya dengan menyampaikan bahwa jalan sufi tidak akan membebani seseorang yang ingin melaksanakannya dengan ritual-ritual yang rumit, panjang dan berat.
Diuraikan dengan gaya bertutur yang enak dibaca, Jalaluddin Rakhmat mengajak pembaca merenungi etape-etape perjalanan panjang seorang manusia fana menuju Yang Mahaabadi.
RESENSI BUKU
Judul : The Road To Allah – Tahap-Tahap Perjalanan Ruhani Menuju Tuhan
Penulis : Jalaluddin Rahmat
Kategori : Non Fiksi, Islam, Indonesian Literature
Tebal : 335 halaman
ISBN : 978-979-4334-744
Diterbitkan Bersama Oleh : Mizan dan Muthahhari Press
Softcover, Cetakan Ketiga, Februari 2008
Adapun Tema Utama di Buku ini adalah Cinta sebagai Agama, Keberagamaam yang Tulus, Keberagaman Sejati, Berdoa dengan Bisikan Cinta, Berlarilah Menuju Allah, Menempuh Jalan Kesucian, Diagnosis Penyakit Hati, Kendali Nafsu, Kendali Diri, Doa Memperoleh Hati yang Khusyuk, Membalas Kebencian dengan Kasih Sayang, Khidmat: Jalan Cepat Menuju Tuhan, Menjauhi Dosa demi Kesehatan Jiwa, Menghapus Akibat Dosa, Berlindung dari Akhir yang Buruk dan Mencintai Tuhan Tanpa Pamrih.Terlepas dari keidentikan sang penulis, Jalaludin Rakhmat dengan Syiah, yang mungkin bagi sebagian orang keburu menarik diri sebelum membaca buku-buku karyanya, saya justru merasa tertarik ingin membacanya sampai selesai. Untuk sebuah buku, bagi saya, kadang tidak peduli siapa yang menulisnya, toh kalau memang dari apa yang dia tulis, dari apa yang menjadi gagasan-gagasan pemikirannya bisa kita ambil manfaatnya untuk sesuatu yang lebih baik lagi, mengapa tidak kita coba untuk membacanya, coba untuk menelaah pemikiran-pemikirannya. Dan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan diri kita, buanglah jauh-jauh. Ini adalah untuk pertama kalinya saya membaca buku karya Jalaludin Rakhmat. Sebagai seseorang dengan kapasitas pemahaman Islam yang sangat terbatas, dengan membaca buku ini, sekali lagi, terlepas dari ke-syiah-annya, saya berharap bisa menemukan sesuatu yang baru yang bisa menambah wawasan saya, bisa bermanfaat bagi diri saya sendiri maupun bagi orang-orang disekitar saya.
Seperti yang tertulis pada bagian pengantar oleh Miftah F. Rakhmat, buku dengan judul The Road to Allah (Bahasa Indonesia ; Jalan Menuju Allah) ini merupakan kumpulan kajian keislaman penulis, Jalaluddin Rakhmat di mesjid Al-Munawwarah, yang kemudian di susun menjadi sebuah buku. Dimana buku ini terdiri atas lima bagian dimana setiap bagiannya sekaligus merupakan tahapan perjalanan ruhani menuju Allah SWT. Kelima bagian tersebut adalah Awal Perjalanan, Setelah memulai Perjalanan, Penghalang perjalanan, Penopang Perjalanan dan Akhir Perjalanan.
Awal Perjalanan
Perjalanan rohani (atau penyucian diri) menuju Allah SWT biasa diistilahkan dengan tasawuf. Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam.
Hanya dengan rasa cinta lah, ibadah dan pengabdian terhadap Allah SWT dilakukan dengan tulus dan hati yang bersih. Karena sesungguhnya kekuasaan Allah SWT yang meliputi segala sesuatu tidak membutuhkan ibadah dan pengabdian makhluknya. Rasa cinta, terlebih pada sesuatu yang abstrak dalam hal ini Allah SWT, tidaklah datang dengan sendirinya. Yang diperlukan adalah belajar mencintai. Mencintai sang Pencipta.
Pelajaran mencintai tahap dasar adalah belajar mencintai makhluk Allah yakni keluarga. Seperti dari sebuah hadis : “Cintailah Allah atas segala anugrah-Nya kepadamu, cintailah aku atas kecintaan Allah kepadaku, dan cintailah keluargaku atas kecintaanku kepada mereka.” Selanjutnya kita harus berusaha untuk belajar juga mencintai hal-hal yang bersifat abstrak.
Setelah Memulai Perjalanan
Selanjutnya, setelah safar rohani atau perjalanan rohani dimulai, tahap berikutnya adalah dengan mulai meninggalkan perbedaan. Contohnya adalah, perbedaan pendapat atau mazhab tak jarang memunculkan perselisihan. Masing-masing diantara kita bahwa pendapatnya lah atau pendapat mazhab nya lah yang benar. Padahal, sesungguhnya perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan harus diterima selama tafsirannya berasal dari rujukan yang sama Alqur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
Pada bagian ini, mengenai keutamaan jihad, penulis berpendapat bahwa jihad yang paling utama adalah berbakti pada orang tua dan memenuhi hak pada keluarga terlebih dulu. Pendapatnya ini didasarkan pada QS Bani Israil (17) : 26). :
“Berikanlah hak pada keluarga yang dekat, lalu orang miskin, orang yang berada dalam perjalanan, dan janganlah kamu berbuat boros seboros-borosnya.”
Dimana pendapatnya ini, mungkin berbeda dengan banyak pendapat dari ulama-ulama.
Penghalang Perjalanan
Perjalanan manusia menuju Allah SWT adalah perjalanan kesucian, sebuah proses pembersihan diri yang dapat dilakukan melalui tiga hal; istighfar, taubat dan melakukan amal soleh.
Adanya kecenderungan diri merasa lebih baik dari orang lain, ujub, riya dan takabur, serta senantiasa melakukan ghibah merupakan hal-hal yang dapat menjadi penghalang proses pembersihan diri. Namun, pernghalang itu dapat dilalui jika kita bisa mengendalikan diri, mengendalikan nafsu, berdoa untuk memperoleh hati yang khusyuk, berzikir, membalas kebencian dengan kasih sayang berkhidmat dan membersihkan hati dari segala bentuk penyakit hati.
Penopang Perjalanan
Rasulullah SAW bersabda :
”Orang yang hebat itu bukanlah orang yang dengan mudah membantingkan kawannya. Orang kuat adalah orang yang mampu menguasai nafsunya ketika marah.”
Mengenai nafsu, dalam bahasa Arab, ada dua yakni ‘syahwat seks’ dan ‘syahwat perut’. Adapun yang dimaksud pada ‘syahwat perut’ ini tidak terbatas hanya pada makan dan minum saja, melainkan termasuk segala cara memuaskan kesenangan-kesenangan fisik dengan materi (uang), atau istilah lainnya perilaku konsumtif, boros, atau senang menghambur-hamburkan uang.
Selanjutnya, seseorang dengan hati yang khusyuk berarti mampu menghadirkan Allah SWT dalam setiap perbuatannya. Sehingga apapun yang kita lakukan didasari karena Allah dan hanya takut kepada Allah. Salah satu cara/ajaran kesucian yang mampu mendekatkan kita kepada Allah SWT adalah membalas kebencian yang diterima dengan kasih sayang. Dan cara lain untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT adalah selalu mengamalkan Zikir. Zikir adalah amalan yang tidak dibatasi waktunya, bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Jumuah (62) : 10,
“Setelah selesai menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah, dan berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya. Supaya kamu beruntung.”
Namun, manusia seringnya lebih mengorbankan kesehatannya, baik itu kesehatan tubuhnya maupun jiwanya demi harta. Maka dari itu, didalam Islam pengkhidmatan dengan harta didahulukan daripada pengkhidmatan dengan jiwa. Contoh pengkhidmatan dengan harta yang juga merupakan salah satu rukun Islam adalah dengan mengeluarkan zakat.
Selain itu, hasad atau kedengkian bisa menghancurkan seluruh amal saleh yang kita lakukan. Hasad dapat diartikan sebagai kebencian terhadap nikmat yang diperoleh orang lain dan keinginan agar nikmat itu lepas dari orang tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
“Hasad memakan habis kebaikan seperti api memakan habis kayu bakar.”
Hasad hanya dapat dihilangkan dengan pengobatan melalui amal. Beramal melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perasaan dengki kita. Maka dari itu, mari berusahalah untuk mengurangi dan menghentikan kejelekan, lalu perbanyaklah kebaikan. Jangan sampai tanaman amal soleh kita rusak karena hama kesalahan kita sendiri. Inilah salah satu fungsi dari menjauhi kejelekan, yaitu meningkatkan kebaikan demi kesehatan jiwa.
Akhir Perjalanan
Sejatinya, penyucian diri adalah suatu perjalanan tanpa henti. Jika berhenti, sangat besar kemungkinan jatuh kembali ke tingkat awal bahkan ke tingkat yang lebih rendah dari sebelumnya.
Salah satu gangguan terbesar dan berbahaya yang bisa menjatuhkan seseorang ke tingkat awal atau bahkan ketingkat yang lebih rendah dari sebelumnya itu adalah ketika seseorang tengah berusaha mendekati Allah SWT, muncul dalam dirinya perasaan puas diri dan merasa kagum akan kesucian diri sendiri yang telah ia capai.
Dengan demikian, senantiasa kita dianjurkan agar selalu memohon kepada Allah SWT untuk diteguhkan setiap langkah kita agar kita selalu diberi jalan terbaik dan akhir yang baik (Khusnul khotimah) pula.
Usai membaca hingga halaman terakhirnya, buku ini mengingatkan saya tentang banyak hal mengenai Allah SWT, Islam dan hubungan dengan sesama tanpa terkesan menggurui. Seperti tentang bagaimana cara membalas kebencian atau iri dengki seseorang dengan kasih sayang. Sebagai seorang makhluk fana, melalui uraian-uraiannya, saya sebagai pembaca diajak penulis untuk merenungi tahapan-tahapan perjalanan menuju yang Mahaabadi.
Melalui buku ini pula, penulis dengan “santai” mencoba menyentuh hati pembacanya dengan menyampaikan bahwa jalan sufi tidak akan membebani seseorang yang ingin melaksanakannya dengan ritual-ritual yang rumit, panjang dan berat.
Sangat bermanfaat artikelnya
BalasHapus