Penjelasan Ibnu Hajar Al-Asqalani tentang Waktu Terjadinya Lailatul Qadar

Penjelasan Ibnu Hajar Al-Asqalani tentang Waktu Terjadinya Lailatul Qadar
Umat Nabi Muhammad saw memiliki keistimewaan yang tidak diberikan kepada umat lain selamanya, yaitu malam Lailatul Qadar yang lebih utama daripada seribu bulan. Dalam kitab Ahkamul Qur'an, Ibnu 'Arabi (1165-1240 M) mengutip pendapat Al-Qadli dan penjelasan Imam Malik dalam al-Muwattha, yang menyatakan bahwa umat Muhammad saw diberikan keistimewaan dalam melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadan, membayar zakat, membaca akhir surat Al-Baqarah, dan melaksanakan shalat Subuh dan Isya dengan pahala yang besar. Selain itu, mereka juga diberikan anugerah yang tidak ada tandingannya, yaitu malam Lailatul Qadar yang lebih utama daripada 1000 bulan. Hal ini menunjukkan kebesaran Allah dan keistimewaan yang diberikan kepada umat Nabi Muhammad saw.

 سمعت من أثق به يقول: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أري أعمار الأمم قبله ، فكأنه تقاصر أعمار أمته ألا يبلغوا من العمل مثل ما بلغ غيرهم في طول العمر ، فأعطاه الله ليلة القدر ، وجعلها خيرا من ألف شهر. 

Artinya:

“Aku mendengar seorang yang terpercaya berkata, “Sungguh, Rasulullah saw pernah diperlihatkan usia umat-umat terdahulu. (Melihat itu) Nabi pesimis bahwa usia umatnya tidak akan mampu untuk mencapai amal ibadah yang dilakukan umat-umat tersebut. Kemudian Allah swt memberikan Nabi (dan umatnya) malam Lailatul Qadar yang lebih utama dari seribu bulan.” (Lihat Ahkamul Qur’an li Ibni ‘Arabi, juz 4, hal. 428)


Salah satu keistimewaan yang diberikan Allah kepada umat Nabi Muhammad saw dibanding umat-umat lainnya adalah malam Lailatul Qadar. Malam yang lebih utama daripada seribu bulan. Dalam kitab Ahkamul Qur’an, Ibnu 'Arabi menjelaskan bahwa umat Muhammad telah diberi anugerah yang tidak diberikan kepada umat lain, yaitu melakukan shalat lima waktu dengan pahala sebesar shalat lima puluh waktu, berpuasa Ramadhan dibalas sebesar puasa selama satu tahun, zakatnya cukup seperempat dari sepersepuluh, membaca akhir surat al-Baqarah dan shalat Subuh serta Isya dengan pahala ibadah satu malam full dan menghidupkan separuh malam, dan malam Lailatul Qadar yang lebih utama daripada 1000 bulan.

Baca juga: https://www.erummagers.com/2023/04/malam-nuzulul-quran-3-amalan-untuk.html

Meskipun Allah merahasiakan waktu persisnya, kita masih dapat memprediksi waktu terjadinya Lailatul Qadar melalui pendapat para ulama. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang merupakan seorang ulama hadits terkemuka dari mazhab Syafi'i, ada banyak pendapat mengenai waktu terjadinya malam Lailatul Qadar dengan masing-masing argumennya. Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan ada 45 pendapat, namun menurutnya pendapat yang paling unggul (rajih) adalah bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada tanggal ganjil dari 10 malam terakhir bulan Ramadhan, dan jatuh pada malam yang berbeda di setiap tahunnya. Tanggal-tanggal ganjil tersebut yang paling potensial adalah tanggal 21 dan 23 Ramadhan seperti pendapat Imam Syafi'i, sementara mayoritas ulama meyakini malam Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.

Adapun dalil yang mendasari argumen Ibnu Hajar tersebut adalah hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah bersabda, "Cari Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." Selain itu, hadits lain juga menyebutkan bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam yang tenang dan sejuk, serta cahaya bulan terlihat seperti separuh atau seperempat penuh.

Dalam mempersiapkan diri menyambut Lailatul Qadar, kita sebaiknya meningkatkan amal ibadah, bertobat, dan memperbanyak doa dan dzikir. Semoga Allah memberi kita kemudahan dalam menemukan Lailatul Qadar dan mengampuni dosa-dosa kita. Aamiin.

وعن عائشة رضي الله عنها، قالت: كَانَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - يُجَاوِرُ في العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ، ويقول: «تَحَرَّوا لَيْلَةَ القَدْرِ في العَشْرِ الأوَاخِرِ مِنْ رَمَضانَ». متفقٌ عَلَيْهِ.

Artinya,
 “Dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: ‘Carilah lailatul qadar itu dalam malam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaih) Dikerucutkan oleh hadits berikut, 

وعنها رضي الله عنها: أنَّ رسولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «تَحَرَّوْا لَيْلَةَ القَدْرِ في الوَتْرِ مِنَ العَشْرِ الأوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ». رواه البخاري. 

Artinya, “Dari Aisyah ra pula, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: ‘Carilah lailatul qadar itu dalam malam ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Pendapat selanjutnya adalah bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada malam ke-23 bulan Ramadhan. Pendapat ini didukung oleh Imam Syafi'i. Dalam satu hadis dijelaskan bahwa salah satu sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Unais bertanya tentang malam Lailatul Qadar kepada Rasulullah SAW. Nabi menjawab bahwa malam itu jatuh pada malam ke-23 dari 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud. Namun, hadis ini tidak memiliki sanad yang kuat dan tidak diterima oleh mayoritas ulama hadis. Oleh karena itu, pendapat yang paling rajih adalah bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada tanggal ganjil dari 10 malam terakhir bulan Ramadhan, dan yang paling potensial adalah tanggal 21 dan 23 Ramadhan.

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى نَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ الْمُبَارَكَةَ 


Artinya, “Wahai Rasulullah, kapankah kami bisa memperoleh malam penuh berkah ini?” Rasulullah menjawab, 

الْتَمِسُوهَا هَذِهِ اللَّيْلَةَ )وَقَالَ وَذَلِكَ مَسَاءَ لَيْلَةِ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ( 

Artinya, “Carilah pada malam ini (malam 23 Ramadhan)”

Pendapat selanjutnya adalah bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam ke-27 bulan Ramadhan. Pendapat ini didukung oleh mayoritas ulama. Argumen utama pendapat ini didasarkan pada riwayat Ubay bin Ka'ab. Dalam riwayat tersebut, ia pernah ditanya oleh seseorang tentang kapan tepatnya malam Lailatul Qadar terjadi. Ubay bin Ka'ab kemudian menjawab bahwa malam itu terjadi pada malam ke-27 dari bulan Ramadhan. Meskipun tidak terdapat kejelasan dalam hadits yang menyatakan hal tersebut, namun mayoritas ulama memilih pendapat ini berdasarkan riwayat yang masyhur dan dianggap kuat.

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: (وَاللَّهِ إِنِّي لأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِي هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا، هِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ 

Artinya, “Dari Ubay bin Ka’ab: ‘Demi Allah, sungguh aku mengetahui malam (Lailatul Qadar) tersebut. Puncak ilmuku bahwa malam tersebut adalah malam yang Rasulullah saw memerintahkan kami untuk menegakkan salat padanya, yaitu malam ke-27." (HR. Muslim)

Selain itu, terdapat pula pendapat yang mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar tidak menentu dan berpindah-pindah setiap tahunnya. Pendapat ini didasarkan pada banyak riwayat yang menyebutkan tanggal 21, 23, 27, dan 29 sebagai kemungkinan terjadinya malam Lailatul Qadar. Namun, penulis tidak akan menyebutkan satu per satu dalilnya karena terlalu panjang. Lalu, mengapa Allah merahasiakan malam Lailatul Qadar? Menurut Ibnu Hajar, hikmah dirahasiakannya malam Lailatul Qadar adalah untuk mendorong umat Islam agar bersungguh-sungguh dalam beribadah untuk mencapainya. Jika malam Lailatul Qadar ditentukan pada tanggal tertentu, khawatir kesungguhan umat dalam beribadah hanya terfokus pada malam itu saja. (Lihat Fathul Bari, juz 5, hal. 155).

Sumber: 

0 Response to "Penjelasan Ibnu Hajar Al-Asqalani tentang Waktu Terjadinya Lailatul Qadar"

Posting Komentar

Selamat datang dan Semoga bermanfaat !!!