Raden Maulana Makdum Ibrahim, atau yang lebiih dikenal dengan sebutan Sunan Bonang adalah seorang putra dari Sunan Ampel sekaligus guru dari Sunan Kalijaga. Yang dalam kisahnya Sunan Kalijaga perpetualang untuk mencari jati dirinya hingga akhirnya dia bertemu seorang ulama dengan menggunakan tongkat bertangkai emas.
Berbicara mengenai Sunan Bonang yang nama depannya tercantum kata-kata Maulana Makdum, mengingatkan kita kembali kepada cerita dalam sejarah Melayu. Konon kabarnya dalam sejarah Melayupun dahulu ada pula tersebut tentang cendekiawan Islam yang memakai gelar Makdum, yaitu gelar yang lazim dipakai di India.
Kata atau gelar kepada orang besar agama berasal dari kata Khodama – Yakhdumu dan istilahnya (masdarnya) Khidmat. Dan maf’ulnya dikatakan Makhdum artinya orang yang harus dikhidmati atau dihormati karena kedudukannya dalam agama atau pemerintahan Islam di waktu itu.
Beliau salah seorang besar yang mengepalai suatu departemen ketika terjadi pembentukan adat yang berdasarkan Islam, tatkala agama Islam memasuki Minangkabau, berpangkat Makhdum pula.
Beliau rupanya Makhdum atau Muballigh Islam yang berpangkat atau bergelar Makhdum itu, datang ke Malaka dalam abad ke XV, ketika Malaka mencapai puncak kejayaan. Kembali mengenai diri Sunan Bonang yang disamping itu beliau adalah putra Sunan Ampel juga menjadi muridnya pula. Dan adapun daerah operasi semasa hidupnya ialah utamanya Jawa Timur. Di sanalah beliau mulai berjuang menyebarkan agama Islam.
Sunan Bonang merupakan anak dari hasil perkawinan Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, seorang putra dari Arya Teja, salah satu Tumenggung dari Kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban. Menurut dugaan Sunan Bonang dilahirkan dalam tahun 1464 M, serta wafat pada tahun 1525 M.
Maulana Makhdum Ibrahim, semasa hidupnya dengan giat sekali menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Timur, terutama di daerah Tuban dan sekitarnya. Sebagaimana halnya ayahnya, maka Sunan Bonang pun mendirikan pondok pesantren di daerah Tuban untuk mendidik serta menggembleng kader-kader Islam yang akan ikut menyiarkan agama Islam ke seluruh tanah Jawa. Konon beliaulah yang menciptakan gending Dharma serta berusaha mengganti nama-nama hari nahas/sial menurut kepercayaan Hindu, dari nama-nama dewa Hindu digantinya dengan nama-nama Malaikat serta Nabi-nabi. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih mendekati hati rakyat guna diajak masuk agama Islam.
Di masa hidupnya pula, beliau juga termasuk penyokong dari kerajaan Islam Demak, serta ikut pula dalam membantu mendirikan masjid Agung di kota Bintoro Demak.
Adapun filsafat ke-Tuhanannya, Sebagai Berikut:
“adapun pendirian saya ialah, bahwa iman, tauhid dan makrifat itu terdiri dari pengetahuan yang sempurna. Sekiranya orang hanya mengenal makrifatnya saja, maka belumlah cukup, sebab ia masih insaf akan itu. Maksudnya ialah, bahwa kesempurnaan barulah akan tercapai hanya dengan terus-menerus mengabdi kepada Tuhan. Seseorang itu tiada mempunyai gerakan sendiri, begitu pula tidak mempunyai kemauan sendiri. Dan seseorang itu adalah seumpama buta, tuli dan bisu. Segala gerakanya itu datang dari Allah”.
Ada kitab yang disebut Suluk Sunan Bonang yang berbahasa proza Jawa Tengahan, tetapi isinya mengenai hal-hal agama Islam, di mana kalimatnya agak ter[engaruh oleh bahasa Arab. Besar kemungkinan kitab ini adalah berisi kumpulan atau himpunan catatan dari pelajaran-pelajaran yang pernah diberikan oleh Sunan Bonang semasa hidupnya kepada murid-muridnya.
Di dalam dongeng-dongeng diceritakan, bahwa pada suatu ketika pernah ada seorang pendita Hindu yang datang untuk mengajak berdebat dengan Sunan Bonang, bahkan kemudian pendeta Hindu itupun akhirnya bertaubat serta menyatakan dirinya masuk ke dalam agama Islam.
Pada masa hidupnya dikatakan, bahwa Sunan Bonang itu pernah belajar ke Pasai. Dan sekembalinya dari Pasai, Sunan Bonang memasukkan pengaruh Islam ke dalam kalangan bangsawan dari kraton Majapahit, serta mempergunakan Demak sebagai tempat berkumpulnya bagi para murid-muridnya.
Sunan Bonang perjuangannya diarahkan kepada menanamkan pengaruh ke dalam. Siasat Sunan Bonang ialah memberi didikan Islam kepada R. Patah putra dari Brawijaya V, dari kerajaan Majapahit, dan menyediakan Demak sebagai tempat untuk mendirikan negara Islam, adalah tampak bersifat politis dan Sunan Bonang rupanya berhasil dalam cita-citanya mendirikan kerajaan Islam di Demak. Hanya sayang sekali harapan beliau agar supaya Demak dapat menjadi pusat agama Islam untuk selama-lamanya kiranya tidak berhasil.
Berbicara mengenai Sunan Bonang yang nama depannya tercantum kata-kata Maulana Makdum, mengingatkan kita kembali kepada cerita dalam sejarah Melayu. Konon kabarnya dalam sejarah Melayupun dahulu ada pula tersebut tentang cendekiawan Islam yang memakai gelar Makdum, yaitu gelar yang lazim dipakai di India.
Kata atau gelar kepada orang besar agama berasal dari kata Khodama – Yakhdumu dan istilahnya (masdarnya) Khidmat. Dan maf’ulnya dikatakan Makhdum artinya orang yang harus dikhidmati atau dihormati karena kedudukannya dalam agama atau pemerintahan Islam di waktu itu.
Beliau salah seorang besar yang mengepalai suatu departemen ketika terjadi pembentukan adat yang berdasarkan Islam, tatkala agama Islam memasuki Minangkabau, berpangkat Makhdum pula.
Beliau rupanya Makhdum atau Muballigh Islam yang berpangkat atau bergelar Makhdum itu, datang ke Malaka dalam abad ke XV, ketika Malaka mencapai puncak kejayaan. Kembali mengenai diri Sunan Bonang yang disamping itu beliau adalah putra Sunan Ampel juga menjadi muridnya pula. Dan adapun daerah operasi semasa hidupnya ialah utamanya Jawa Timur. Di sanalah beliau mulai berjuang menyebarkan agama Islam.
Sunan Bonang merupakan anak dari hasil perkawinan Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, seorang putra dari Arya Teja, salah satu Tumenggung dari Kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban. Menurut dugaan Sunan Bonang dilahirkan dalam tahun 1464 M, serta wafat pada tahun 1525 M.
Maulana Makhdum Ibrahim, semasa hidupnya dengan giat sekali menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Timur, terutama di daerah Tuban dan sekitarnya. Sebagaimana halnya ayahnya, maka Sunan Bonang pun mendirikan pondok pesantren di daerah Tuban untuk mendidik serta menggembleng kader-kader Islam yang akan ikut menyiarkan agama Islam ke seluruh tanah Jawa. Konon beliaulah yang menciptakan gending Dharma serta berusaha mengganti nama-nama hari nahas/sial menurut kepercayaan Hindu, dari nama-nama dewa Hindu digantinya dengan nama-nama Malaikat serta Nabi-nabi. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih mendekati hati rakyat guna diajak masuk agama Islam.
Di masa hidupnya pula, beliau juga termasuk penyokong dari kerajaan Islam Demak, serta ikut pula dalam membantu mendirikan masjid Agung di kota Bintoro Demak.
Adapun filsafat ke-Tuhanannya, Sebagai Berikut:
“adapun pendirian saya ialah, bahwa iman, tauhid dan makrifat itu terdiri dari pengetahuan yang sempurna. Sekiranya orang hanya mengenal makrifatnya saja, maka belumlah cukup, sebab ia masih insaf akan itu. Maksudnya ialah, bahwa kesempurnaan barulah akan tercapai hanya dengan terus-menerus mengabdi kepada Tuhan. Seseorang itu tiada mempunyai gerakan sendiri, begitu pula tidak mempunyai kemauan sendiri. Dan seseorang itu adalah seumpama buta, tuli dan bisu. Segala gerakanya itu datang dari Allah”.
Ada kitab yang disebut Suluk Sunan Bonang yang berbahasa proza Jawa Tengahan, tetapi isinya mengenai hal-hal agama Islam, di mana kalimatnya agak ter[engaruh oleh bahasa Arab. Besar kemungkinan kitab ini adalah berisi kumpulan atau himpunan catatan dari pelajaran-pelajaran yang pernah diberikan oleh Sunan Bonang semasa hidupnya kepada murid-muridnya.
Di dalam dongeng-dongeng diceritakan, bahwa pada suatu ketika pernah ada seorang pendita Hindu yang datang untuk mengajak berdebat dengan Sunan Bonang, bahkan kemudian pendeta Hindu itupun akhirnya bertaubat serta menyatakan dirinya masuk ke dalam agama Islam.
Pada masa hidupnya dikatakan, bahwa Sunan Bonang itu pernah belajar ke Pasai. Dan sekembalinya dari Pasai, Sunan Bonang memasukkan pengaruh Islam ke dalam kalangan bangsawan dari kraton Majapahit, serta mempergunakan Demak sebagai tempat berkumpulnya bagi para murid-muridnya.
Sunan Bonang perjuangannya diarahkan kepada menanamkan pengaruh ke dalam. Siasat Sunan Bonang ialah memberi didikan Islam kepada R. Patah putra dari Brawijaya V, dari kerajaan Majapahit, dan menyediakan Demak sebagai tempat untuk mendirikan negara Islam, adalah tampak bersifat politis dan Sunan Bonang rupanya berhasil dalam cita-citanya mendirikan kerajaan Islam di Demak. Hanya sayang sekali harapan beliau agar supaya Demak dapat menjadi pusat agama Islam untuk selama-lamanya kiranya tidak berhasil.
0 Response to "Sunan Bonang / Raden Maulana Makdum Ibrahim"
Posting Komentar
Selamat datang dan Semoga bermanfaat !!!