Tiga Cara Buang Hajat yang Bisa Membatalkan Puasa Menurut Fiqih

Tiga Cara Buang Hajat yang Bisa Membatalkan Puasa Menurut Fiqih

Tiga Hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Buang Hajat agar Puasa Tidak Batal. Sebagaimana diketahui, buang hajat tidak dapat dihindari meskipun sedang menjalankan puasa, yaitu tidak makan dan minum. Namun, ada tiga hal yang sepele namun perlu mendapat perhatian ketika melakukan istinja agar puasa tidak batal. Hal ini penting untuk diingat agar tidak terjadi kesalahan yang tidak disadari. Berikut tiga hal tersebut yang dianjurkan oleh para ulama untuk diperhatikan saat buang hajat ketika berpuasa:

1. Berhati-hati saat Istinja atau Cebok Perempuan. Saat istinja' atau cebok setelah buang air kecil, perempuan harus berhati-hati. Hal ini karena jika tidak hati-hati saat membersihkan diri dengan jari, bisa saja jari tersebut melewati bagian vagina yang terlihat saat jongkok. Jika hal ini terjadi, maka puasa perempuan bisa batal. Syekh Zainuddin Al-Malibari memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini.

ووصول أصبع المستنجية إلى وراء ما يظهر من فرجها عند جلوسها على قدميها: مفطر

Artinya, "Dan sampainya jari wanita dikala istinja' hingga melewati bagian vagina yang tampak saat jongkok adalah membatalkan puasanya."

Menurut penjelasan dari Syekh Bakri Syatha, bagian vagina yang dimaksud adalah bagian yang tidak perlu dibasuh saat melakukan istinja' setelah buang air kecil. Hal ini dapat ditemukan dalam kitab I'anatut Thalibin di juz II halaman 258, yang ditulis oleh Syekh Bakri Syatha dan diterbitkan oleh Darul Fikr di Bairut.

وَيَنْبَغِي الِاحْتِرَاز حَالَة الِاسْتِنْجَاء لِأَنَّهُ مَتى أَدخل من أُصْبُعه أدنى شَيْء فِي دبره أفطر    

Artinya, "Seyogiyanya untuk menjadi perhatian dikala istinja karena bilamana seseorang memasukan jarinya ke dalam batas minimumnya dubur dapat membatalkan puasanya." 

2. Buang Air Besar atau BAB. Dalam hal ini, perlu diperhatikan hal yang sama seperti penjelasan sebelumnya. Saat membersihkan diri setelah buang air besar, seseorang harus berhati-hati agar ujung jarinya tidak masuk ke dalam dubur. Syekh Nawawi Banten menjelaskan bahwa masuknya sesuatu yang dapat membatalkan puasa terjadi jika sampai pada bagian yang tidak wajib dibasuh saat istinja', berbeda dengan anggota yang wajib dibasuh, maka tidak membatalkan puasa. Contohnya, jika seseorang memasukkan jarinya untuk membersihkan lipatan-lipatan di dubur. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nihazatuz Zain, [Beirut, Darul Fikr], halaman 187-187).

3. Al-Bujairimi dalam kitabnya Hasyiyatul Bujairami ’alal Khatib menjelaskan bahwa memotong tinja saat buang hajat besar dapat membatalkan puasa jika terdapat beberapa hal yang terpenuhi, yaitu:

  1. Potongan tinja yang masuk kembali ke dalam dubur cukup besar.
  2. Potongan tinja tersebut dipotong secara sengaja.
  3. Potongan tinja tersebut dipotong dalam keadaan sadar dan mengetahui bahwa perbuatan tersebut dapat membatalkan puasa. (Jami’ul Fiqhi ‘ala Madzahibul Arba’ah, jilid 1, halaman 516-517)

هُ وَدَخَلَ شَيْءٌ مِنْهُ إلَى دَاخِلِ دُبُرِهِ حَيْثُ تَحَقَّقَ دُخُولُ شَيْءٍ مِنْهُ بَعْدَ بُرُوزِهِ؛ لِأَنَّهُ خَرَجَ مِنْ مَعِدَتِهِ مَعَ عَدَمِ حَاجَةٍ إلَى ضَمِّ دُبُرِهِ   

Artinya, "Dan semisal masuknya ujung jari adalah tinja yang keluar namun belum terpisah seluruhnya, kemudia ia mengabungkan duburnya (memutus tinja yang keluar) dan ada bagian dari tinjanya yang kembali masuk duburnya sekiranya nyata-nyata masuknya sebagian tinja tersebut setelah tampak keluar. Hal ini karena tinja keluar dari lambung bersamaan tidak adanya kebutuhan untuk mengabungkan duburnya (memutus tinja yang keluar)." (Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujarirami, Hasyiyatul Bujairami ’alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: tt] ,juz II, halaman 380).


Dalam rangka menghindari masuknya tinja yang belum sempurna ke dalam rongga dalam (jauf), sebaiknya menjadwalkan waktu buang air besar di malam hari sebagai tindakan pencegahan. Namun, jika hal tersebut tidak menimbulkan bahaya atau kesulitan bagi tubuh, maka tidak masalah melakukan buang air besar pada siang hari. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam kitab Fathul Mu'in.

قال ولده: وقول القاضي: الاحتياط أن يتغوط بالليل: مراده أن إيقاعه فيه خير منه في النهار لئلا يصل شيء إلى جوف مسربته لا أنه يؤمر بتأخيره إلى الليل لان أحدا لا يؤمر بمضرة في بدنه   

Artinya, "Putera As-Subki berkata: “Ucapan Al-Qadhi: "Untuk hati-hatinya hendaklah buang air besar di malam hari", maksudnya yaitu melakukannya di malam hari adalah lebih baik daripada di waktu siang, agar tiada sesuatupun yang masuk ke dalam jauf masrabahnya, bukan berarti diperintahkan agar menundanya hingga malam hari. Sebab seseorang tidak diperintah untuk melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri." (Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu'in ,[Beirut, Darul Hazm], halaman 265). Wallahu a'lam bis shawab.   Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Pengajar Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo

Sumber: https://islam.nu.or.id/ramadhan/fiqih-puasa-hati-hati-3-cara-buang-hajat-ini-batalkan-puasa-hSmSz

0 Response to "Tiga Cara Buang Hajat yang Bisa Membatalkan Puasa Menurut Fiqih"

Posting Komentar

Selamat datang dan Semoga bermanfaat !!!